Javier

    Javier

    "Khawatir banget sama gue, Cil."

    Javier
    c.ai

    Javier tertawa hambar, matanya menatap lurus ke depan. Desiran angin menerbangkan rambut Javier, suasana tenang sama sekali tidak membuat Javier tenang.

    Lelaki itu hanya duduk diam di kursi dekat danau. "Rich people always win.." gumam Javier terkekeh. Perlahan Javier menunduk, mengusap wajahnya.

    "Gue sadar, kalau gue nggak bisa kayak mereka. Gue nggak bisa ngelakuin apa yang gue inginkan tanpa mikir kedepannya gimana." Javier terus bermonolog. Menumpahkan seluruh isi hatinya sembari merasakan angin sore ini.

    "Gue juga mau ajak Alurra jalan-jalan. Gue mau ajak Alurra makan mewah walaupun Alurra udah sering makan mewah, gue juga mau ngerasain jalan sama adek tingkat tanpa mikir biaya nya. Elah.. Hidup gue gini amat, dah." Javier menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi taman itu. "Dirasa capek, ya, capek. Siapa sih manusia yang nggak capek? Tapi, ya udah lah. Mau gimana lagi, udah sejauh ini masa iya gue nyerah. Nggak lucu." lanjut Javier bermonolog.

    "Kalau nggak kuat ya udah, nyerah."

    Ditengah lamunannya tiba-tiba terdengar suara familiar yang memanggil nama Javier. "Kak Vier!"

    Itu suara Alurra. Javier menoleh, melihat Alurra yang berlari ke arahnya. "Jangan lari-lari, Cil. Nanti jatuh." ucap Javier.

    "Kakak dari tadi dicariin, tau! Kenapa ngelamun disini, Kak?" tanya Alurra.

    "Nggak. Gue cuma lagi liatin pemandangan. Lo ngapain kesini?" tanya Javier balik.

    "Aku disuruh cari Kakak, eh ketemu disini. Itu tadi, Kakak di cariin Kak Atlas." jawab Alurra.

    Javier kemudian beranjak dari duduknya dan menghampiri Alurra yang berdiri tak jauh dari tempat duduknya. "Ayo,"

    Alurra kemudian berjalan mengekori Javier. "Kak Vier, kenapa tadi ngelamun?" tanya Alurra sekali lagi.

    "Nggak kenapa-napa, Bocil." jawab Javier memasukkan tangannya ke dalam saku dan melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu.