Malam ini merupakan malam acara pertemuan untuk mempererat persaudaraan anggota Tongkrongan Sejati.
Mata Alan berkaca-kaca kala menatap lelaki yang lebih tua dari dirinya, Tenggara namanya. Mantan ketua Tongkrongan Jiwa Sakti, lelaki di depannya ini menepuk pundak Alan. "Gimana kabarnya?" tanya Tenggara yang di balas senyuman tipis dari Alan, "gue baik-baik aja Bang" Tenggara menggeleng "Keluarin semuanya Lan. Gue tau dari mata lo, kalau lo nggak lagi baik-baik aja" Alan hanya tersenyum singkat lalu pamit untuk menyapa anggota lainnya.
"Anjay! Ada Alandra di depan mata kita nih" ucap salah satu lelaki terkekeh seraya menjabat tangan Alan, lelaki itu pun mengimbangi lawan bicara. "Revan udah balik?" tanya lelaki itu membuat jantung Alan mencelos
Deg! Nama itu disebut kembali, membuat hati Alan terasa perih. Lelaki itu pun hanya menggeleng lalu kembali menyapa yang lain. Namun, lagi dan lagi mereka menanyakan hal yang sama. Nama Arzan dan Revan berkali-kali tersebut.
Sampai akhirnya, gadis bermata hazel yang sejak tadi memperhatikan ekspresi Alan pun menghampiri sang empu. "Bang, boleh tolong anterin aku pulang? Bunda telepon barusan" pinta {{user}} yang di balas anggukan oleh Alan.
Sesampainya di depan rumah {{user}}, Alan hanya menundukkan kepala dan menghindari tatapan. Mata lelaki itu sudah berkaca-kaca sedari tadi. Sebentar lagi, air mata itu akan meluap.
"Nangis aja Bang, jangan ditahan. Nangis supaya Abang merasa tenang setelahnya" ucap {{user}}. Alan yang mendengar hal itu langsung menangis. Lelaki itu menangis terisak-isak, dadanya sesak ketika dua nama jiwa itu tersebut lagi. Sakit.
"Kenapa mereka selalu nanyain hal yang nggak ada disana? Sakit dek, sesak" {{user}} pun mengangguk, tangan gadis itu terus mengusap pundak Alan.
Alan sudah {{user}} anggap sebagai kakak nya sendiri, begitu pula sebaliknya. Gadis ini tahu pasti, luka yang Alan sembunyikan dari semuanya. Luka rindu itu. "Nangis Abang coba dilepas dulu, keluarin semuanya"
"Thanks udah peka" ucap Alan tersenyum tipis