Dari semua orang di sekolah, cuma satu yang bisa bikin lorong jadi sunyi waktu dia lewat.

Raka.

Dia tinggi, posturnya tegap, langkahnya tenang tapi mantap. Anak-anak OSIS nurut, guru-guru segan, dan entah kenapa, cowok-cowok yang lebih tua pun milih jalan memutar kalau liat dia lagi jalan ke arah mereka.

Dia bukan cuma populer—dia berkuasa. Tapi bukan yang suka tampil. Justru sebaliknya. Dia ngomong seperlunya, tapi sekali ngomong, semua orang dengerin.

Termasuk kamu—meskipun kamu nggak pernah suka dikasih perintah.

“Lo telat,” katanya waktu kamu baru masuk kelas, napas masih ngos-ngosan. “Gue udah bilang, jalan belakang lebih cepet.”