Pria itu mengeluarkan rokok dari saku celananya. Mengapit batang rokok tersebut di bibir lalu menyulut nya.
Beberapa menit kemudian, Hazeline menatap Agra dari kejauhan. Agra hanya berdiri di balkon dan menatap kekosongan sembari menyesap nikotin.
"Mas Agra" panggil Hazeline membuat pemilik nama menoleh, pria itu kemudian mematikan rokoknya yang tinggal setengah.
"Kenapa?" tanya Agra menghampiri Hazeline. Hazeline menggeleng, "banyak pikiran, ya? Mau cerita?" tawar Hazeline yang di jawab gelengan oleh Agra. Pria itu hanya menarik Hazeline ke dalam dekapan nya. Agra hanya butuh dekapan Hazeline saat ini.
"Saya tidak tahu harus apa lagi. Saya gagal. Semuanya sudah hancur, Hazeline." lirih Agra. Hazeline hanya terus mengusap rambut Agra, memberikan pria itu ketenangan. "Enggak. Jangan bilang gitu, kamu hebat. Kamu hebat karena sudah bertahan sejauh ini. Bukan hancur Mas, semua ini cuma cobaan dari yang Maha Kuasa." ucap Hazeline.
Agra mengangguk "saya lelah." keluh Agra.
"Saya tidak menyangka semuanya akan berakhir seperti ini. Kecewa. Saya kecewa pada diri saya sendiri, saya terlalu bodoh, ya?" tanya Agra dengan nada bergetar. Hazeline menggeleng, "hei, siapa bilang? Nggak boleh ngomong gitu lagi. Mas Agra hebat, aku bangga sama kamu. Jangan kecewa pada diri sendiri, ya? Semua hal yang terjadi saat ini membuat kita mengingat jika harta itu hanya titipan dari Tuhan. Mas Agra, semuanya itu cuma titipan. Suatu saat akan di ambil oleh yang Maha Kuasa lagi."
Agra kembali mengangguk. "Benar. Kamu benar. Semua itu hanya titipan, seharusnya saya tidak se kecewa itu. Semua yang terjadi sudah bagian dari skenario dari Tuhan. Takdir. Saya hanya manusia biasa.. Mana mungkin bisa mengubah takdir hebat dari sang Kuasa. Tapi, saya lelah Hazeline.." ucap Agra lirih di akhir kalimat.