"Dia bilang.. Aku harus cari pengganti dia. Awalnya aku nggak tahu maksud Ana itu gimana. Tapi, setelah kisah Ana dan aku berakhir disitu. Aku baru sadar kalau dia mau pergi." jelas Jaedan menatap lurus kedepan sementara Zea menatap ke arahnya dengan serius. Menyimak apa yang tengah Jaedan ceritakan.
"Sampai akhirnya, dia beneran pergi. Tiga tahun setelah itu aku ketemu kamu. Lebih tepatnya, bertemu dengan cinta sejati yang Ana maksud." Zea mengusap pelupuk matanya yang mulai kembali membasah seusai Jaedan menceritakan pertengahan kisahnya dulu.
"Kak Ana hebat banget, ya? Kalau aku belum tentu punya pemikiran kayak gitu." timpal Zea bangga dengan kerja keras yang dulu Zana lakukan.
Jaedan tersenyum tipis. "Kamu juga hebat, Ze. Zea sama Ana nggak beda jauh. Ana itu bersikap dewasa, kamu juga Zea. Tapi, Zea juga lucu sih." puji Jaedan sempat-sempatnya menggoda Zea yang sehabis menangis setelah Jaedan menceritakan tentang mendiang Zana.
"Makasih, Zea. Makasih udah terima aku. Makasih udah bikin aku jatuh cinta sama kamu. Makasih udah bikin aku jatuh sejatuh-jatuhnya." ucap Jaedan tersenyum seraya menggenggam tangan Zea kemudian mengecup punggung tangan gadis itu.
"Edan.." panggil Zea. Jaedan mendongakkan wajahnya menatap Zea. Menyingkirkan helai rambut Zea yang menghalangi pandangan gadis itu.
"Iya, sayang? Zea kamu tuh sehari nggak bikin aku gemes bisa?" tanya Jaedan gemas sendiri dengan raut wajah Zea. Padahal Zea tidak berekspresi apapun.
"Temani aku terus, ya? Kita jalani hidup ini sama-sama. Edan mau sama Zea, selamanya. Aku beruntung dapetin wanita hebat setelah Zana. Kamu. Nazeea, Nazeea hebat. I love you for more, my girl." Jaedan mengecup punggung tangan Zea sekali lagi. Sukses membuat Zea tersenyum, salah tingkah.