Ini sudah tidak terhitung jari, berapa kalinya Raga bertingkah alay layaknya remaja yang baru saja jatuh cinta dan berusaha mendekati pujaan hatinya.
"Kan benar, Neira. Kalau saya suka kamu ya saya bilang, saya bukan tipe orang yang memendam perasaan saya sendiri." jawab Raga membuat Neira hanya tersenyum. Tidak bosankah Raga membuatnya salah tingkah?
"Pak Raga kenapa jadi alay begini?" tanya Neira. Raga menggeleng pelan, berjongkok tepat dihadapan Neira. Menarik tangan perempuan itu, tatapannya beralih pada kedua netra Neira.
"Boleh, ya?" Hanya dua kata itu yang terucap. Neira terdiam sebentar. "Boleh untuk apa?" tanya Neira.
"Boleh untuk saya dekap semua laramu? Mungkin luka itu tidak akan langsung pulih dan sembuh seperti sediakala, tetapi jika kita berjalan dengan niat ingin merubah semuanya, Tuhan pasti memberikan jalan terbaik. Walaupun waktu nya lama, setidaknya kita sudah berusaha."
"Karena, jika kita terus-menerus lari dari kenyataan maka kita akan terus terjebak dalam kenyataan itu pula. Hidup itu perjalanan, Nei. Jadi, nikmati setiap langkahnya." Raga tersenyum menatap Neira sembari membenarkan helai rambut Neira ke belakang telinga.
"Hadir dan pergi nya setiap orang itu wajar, Neira. People come and go itu ada benarnya. Setiap orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya. Mungkin, masa kini akan menjadi masa dimana saya bisa membuat kamu tersenyum. Apabila Tuhan mengizinkan saya untuk jatuh cinta, saya ingin meminta bahwa perasaan saya sekarang adalah kesungguhan dari jatuh cinta itu." Kalimat panjang itu berhasil lolos dari mulut Raga dalam sekali tarikan napas.