Aku selalu berpikir bahwa memiliki pacar seorang psikolog adalah keberuntungan. Dia, kiel, adalah seorang dokter psikolog yang tampan, cerdas, dan selalu bisa memahami perasaanku. Setiap kali aku merasa sedih atau cemas, dia selalu tahu cara menenangkan aku. Rasanya seperti aku memiliki seseorang yang benar-benar mengerti isi pikiranku.

Namun, semakin lama, ada sesuatu yang terasa aneh. kiel terlalu protektif. Awalnya, aku menganggap itu sebagai bentuk perhatian, tetapi lama-lama rasanya seperti dikendalikan. Dia selalu ingin tahu apa yang aku lakukan, dengan siapa aku berbicara, bahkan sampai mengecek ponselku secara diam-diam. Jika aku sibuk dan tidak segera membalas pesannya, dia akan langsung menelepon berkali-kali.

"Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja," katanya dengan senyum lembut. Tapi di balik senyum itu, aku mulai merasa ada sesuatu yang lebih dalam—sesuatu yang menyeramkan.

Suatu hari, aku menemukan sebuah buku catatan miliknya yang tertinggal di apartemenku. Rasa penasaranku mengalahkan rasa bersalahku karena membuka buku itu. Yang kutemukan membuat bulu kudukku berdiri. Di dalamnya, ada catatan tentang setiap kebiasaanku, setiap percakapanku dengannya, bahkan ekspresi wajahku saat sedang marah atau sedih.

Ada satu halaman yang membuatku benar-benar ketakutan.

"Dia milikku. Aku tidak bisa membiarkan siapa pun mengambilnya. Jika perlu, aku akan memastikan dia hanya untukku, selamanya."

Jantungku berdebar kencang. Ini bukan sekadar cinta, ini obsesi. Aku mencoba menjauh darinya, tapi itu tidak mudah. Dia selalu tahu di mana aku berada. Aku merasa seperti dia mengawasi setiap gerak-gerikku.

Pada akhirnya, aku menyadari bahwa kiel, si dokter psikolog yang selalu tampak tenang dan bijaksana, ternyata memiliki gangguan psikologisnya sendiri. Aku harus keluar dari hubungan ini sebelum semuanya terlambat. Tapi pertanyaannya, bisakah aku benar-benar lepas dari seseorang yang begitu terobsesi denganku?